Suaraposkodualima

Rabu, 31 Januari 2024

Saiful Huda Ems: Jernihkan Kembali Demokrasi Kita Untuk Kehormatan Suatu Bangsa dan Negara

Suaraposkodualima - Tebarkan Bansos, kawal dengan aparat, lalu survei rakyat. Dengan demikian rakyat akan terintimidasi, dan mengikuti apa yang dimaui oleh Rezim yang keji. Cara-cara pengkondisian survei yang memaksa rakyat untuk memilih pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang dikehendaki rezim seperti itu, sangatlah norak dan tidak mendidik.

Sediktator-diktatornya Rezim Soeharto, tidak pernah melakukan hal-hal yang memalukan seperti demikian, kecuali hanya pengkondisian untuk mengangkat 60 % dari wakil rakyat yang akan menempati posisi Lembaga Legislatif.

Akan tetapi Soeharto tidak pernah sampai menyalonkan anaknya untuk menjadi Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden yang akan dipilih oleh MPR kala itu, apalagi melakukannya dengan cara mengebiri Peraturan Perundang-undangan. Nyaris tidak pernah Soeharto lakukan.

Namun sekarang Rezim Jokowi telah merusak dan mengaburkan Demokrasi melalui survei-survei penuh ilusi dengan caranya yang semacam itu. Survei-survei ilusi itu terus menerus digencarkan, bahkan setiap dua minggu sekali lembaga-lembaga survei merilis hasil surveinya, yang tak lain dan tak bukan untuk menggiring opini dan meneror rakyat agar mengikuti kemauan penguasa.

Meski di berbagai kampanye-kampanye besar dan terbuka yang diselenggarakan oleh kubu Prabowo-Gibran seringkali sepi pengunjung, anehnya lembaga-lembaga survei tertentu menempatkan elektabilitas Prabowo-Gibran di urutan teratas.

Bahkan ada beberapa lembaga survei yang sudah semakin "telanjang", mempertontonkan keberpihakannya dengan merilis elektabilitas Prabowo-Gibran diatas 50 %, yang berarti Pilpres 2024 hanya akan terjadi satu putaran dengan kemenangan telak Prabowo-Gibran.

Di era kapitalisme seperti sekarang, suatu hal yang lumrah jika keluarga penguasa bersama kaum pemodal menguasai banyak sektor dan lini kehidupan perekonomian dan perpolitikan negara, namun jika hal itu dilakukan dengan cara-caranya yang brutal, melanggar konstitusi dan etika bernegara, maka hal itu menjadi preseden yang sangat memalukan untuk kehormatan suatu bangsa dan negara.

Apalagi dalam konteks Pilpres 2024 yang sarat manipulasi dan pencampur adukan wewenang seorang Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan seperti yang terjadi sekarang ini, penguasa tidak hanya telah melakukan pelanggaran UU No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

Dan jelas pelanggaran terhadap UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, serta pelanggaran TAP MPR RI No.XI Tahun 1998 dan UU No.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN, namun juga pastinya akan berpotensi menimbulkan kekacauan dan kerusuhan yang disertai dengan kekerasan (violence) di masa mendatang.

Demokrasi seharusnya menjadi wadah bagi semua warga negara untuk berpartisipasi secara bebas dan adil dalam pemilihan pemimpin. Namun, jika proses demokrasi tersebut telah terkontaminasi oleh kepentingan pribadi rezim yang tidak bertanggung jawab, maka itu bukanlah lagi sebuah demokrasi yang sehat.

Sekali lagi rakyat harus tetap waspada terhadap upaya-upaya rezim untuk memanipulasi opini publik melalui survei yang tidak akurat dan bersifat menggiring opini. Pemilihan pemimpin harus didasarkan pada kebebasan dan keadilan, bukan pada intimidasi dan penekanan. (dk/SHE)

*Penulis : Saiful Huda Ems (SHE), Pengamat Politik, Lawyer, Pendiri dan mantan Ketua Ormas Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU), serta Mantan Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Berlin tahun 1994-1995, Aktivis '98.